Bcground

Rabu, 09 Februari 2011

Latifah dan Hanifah



Judulnya kayak sinetron-sinetron di r*ti ya???

ya nggak apa-apa ya!!



silakan kalian amati foto itu....

Foto yang diambil saat pra-LDKS OSIS 2009/2010

Yang pakai kerudung pendek itu Hani

Sedangkan yang kerudungnya panjang itu Saya Nurul



Banyak sekali yang tidak bisa membedakan kami...

Padahal menurut saya,,wajah kami berbeda...

Kasihan sekali Hani, pasti dia tidak rela disama-samakan dengan saya...

Hehehehe :D



Ya, memang banyak sekali yang menganggap kami adalah satu orang jika melihat salah satunya

atau kami ini kembar jika melihat dua-duanya....

Bahkan Pak Priyo pun menyangka kami kembar....



Oke...

Kami memang mirip,

Kami satu sekolah,

Kami sekelas,

Kami sebangku,



>>>>>> Kami juga bersahabat,,,



Meski awalnya kami nggak cocok...

Kami suka bertengkar...

(Hani galak dan saya jadi sebel)



Tapi duduk sebangku beberapa bulan membuat kami saling memahami

(halah!!!)

Kami mulai mencegah hal-hal yang bisa membuat satu sama lain bete.....



Jadilah kami sering curhat-curhatan

Sering cerita-cerita yang nggak mutu

Sering ngomentari presentasi orang di depan kelas

Sering contek-contekan Matematika (kecuali ulangan jadi saling pelit)

Sering contek-contekan Inggris (kecuali ulangan jadi saling pelit)

Sering ke parkiran bareng

Kadang-kadang jalan-jalan bareng........



dan yang paling membuat saya trenyuh sekaligus merasa aneh adalah :

Kami pernah belajar bareng!!!

Hahahahaha :D

Tapi beneran lho!

Itu terjadi

dan lumayan berhasil membantu kami menghadapi midsemester....










Ya, hani memang orang yang matching sama saya....

Meskipun dia galak,,,

Meskipun dia sok artis,,,

Meskipun tidak ada PH yang mau menerimanya,,,

Meskipun saya suka meledeknya,,,

Meskipun saya biasa-biasa saja,,,

Meskipun saya suka renang,,,

Meskipun saya tidak suka Taylor Swift,,,

Meskipun motor kami berbeda (????).....



Hani itu orang yang baik hati.....



Entah apa yang anggapan Hani tentang saya...

Tadi Hani bilang "Kamu bangga nggak ya jadi temenku?"

Sekarang saya jawab dengan : "biasa aja"

hehehehe :D

Nggak-nggak!!!



Saya senang bersahabat dengan Hani

Seperti saya senang bersahabat dengan teman-teman Spenaker09 yang gila2 itu....





Oh ya,,,

kami sama-sama "IPAH"

Latifah-Hanifah

Latif-Hanif

Ipah-ipah


Rasanya Ingin Melompat Saja


Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya. Saya bergabung dengan organisasi jurnalistik sekolah. Kami memiliki beberapa program kerja. Salah satunya adalah penerbitan majalah sekolah. Angkatan saya punya target untuk menerbitkan dua majalah setiap tahun. Satu edisi setiap akhir semester. Meskipun dua kali setahun, kami berusaha menampilkan yang terbaik dan tidak mengecewakan.

Januari lalu, majalah perdana angkatan kami terbit. Sebenarnya agak telat, karena ada masalah intern di percetakan. Jelas, hal ini menghambat dan membuat beberapa materi harus diganti. Saya sudah berpesan pada teman-teman untuk menyiapkan mental ketika majalah ini diedarkan. Maksudnya, agar tidak lantas down dan patah semangat untuk mengerjakan edisi selanjutnya. Hal tersebut sangat mungkin terjadi. Tapi, kami juga tidak menutup diri dari kritik saran yang membangun. Kami sangat membuka diri untuk itu.

Kamis sore, 28 Januari 2011. Seperti yang sudah dijadwalkan, saya sebagai Bagian Percetakan, ditemani Pimpinan Redaksi, Wakil Pimpinan Redaksi, dan Editor majalah Gladiool Magazine berangkat menuju percetakan yang tak jauh dari sekolah. Entah sudah keberapa kalinya saya bolak-balik percetakan. Sampai di meja resepsionis, saya mengucapkan kalimat yang seolah sudah menjadi password, "Mbak, mau ketemu Mas Totok atau Mas Jack ada?" dan si mbak pun menjawab, "Ya, masuk aja."

Saya masuk ke ruangan karyawan. Mbak-mbak  yang tak lain adalah petugas administrasi percetakan tersenyum sambil menunjuk tumpukan majalah di sebelahnya. Melihat itu, rasanya saya ingin melompat, berteriak, mengeskpresikan kebahagiaan yang membuncah. Ah, saya benar-benar bersikap lebay saat itu. Kawan, butuh perjuangan yang amat sangat bagi kami untuk mewujudkan majalah serupa itu. Benar-benar perjuangan! Syukur tiada terkira ketika satu program kerja (proker) kami terlaksana. Sang petugas administrasi pun mesam-mesem melihat kelakuan empat remaja yang tak bisa menutupi kebahagian itu.

Usai membayar biaya percetakan dan mengucapkan terimaksih pada Mas Totok, pegawai percetakan yang telah membantu mempercantik layout majalah. Mas Jack, yang menawarkan kerja sama. Petugas administrasi yang sabar menerima SMS/telepon kami. Mbak Resepsionis yang menjawab password kami. Kami kembali ke sekolah membawa 425 eksemplar majalah dengan dua motor matic. (Saya sarankan lain kali pake tiga atau empat motor deh! Atau mobil sekalian.)

Di sekolah, kami berteriak kegirangan. Rasanya saya ingin mengabarkan pada siswa-siswi yang tersisa sore itu bahwa G-Magz akan terbit. Tapi, urung karena ini akan kami jadikan surprise Jum'at esok. Saya mengabarkan pada Presiden Sibema bahwa G-Magz benar-benar sudah jadi. Ya, berita ini menjadi suatu hiburan tersendiri bagi kami di tengah pusing memikirkan proker besar Sibema Cup. Saya juga mengabari Ketua MPK (Musyawarah Perwakilan Kelas) yang sudah sering mempertanyakan G-Magz. Dia langsung masuk ke markas kami SOS (Studio of Sibema) dan membaca G-Magz. Ketua OSIS juga ikut melihat majalah kami. Merekalah orang diluar Redaksi pertama yang melihat majalah kami. Dan komentar mereka, "Bagus!". Alhamdulillah! :)

Keesokan harinya, G-Magz dibagikan ke kelas-kelas di tiga angkatan. Jumlahnya belum memenuhi seluruh siswa memang, baru setengahnya. Tak apalah. Bahagia sekali rasanya melihat di setiap lorong Smansa anak-anak membaca G-Magz. Di kelas-kelas juga. Saya ingin tersenyum pokoknya. Banyak yang berkomentar serupa dengan Ketua OSIS dan MPK. Kami juga mendapat pujian dari kakak kelas. Alhamdulillah. Semoga kami tidak terlena dengan pujian itu.

Kami sempat mendapat kritikan dari kakak kelas, teman, bahkan guru. Kami terima dengan senang hati. Selama itu membangun, mengapa tidak? Akan kami jadikan bahan koreksi untuk G-Magz edisi kedua. Semoga majalah selanjutnya nanti bisa terbit tepat waktu, tidak menemui banyak hambatan, dan menjadi lebih baik. Amin.

Minggu, 06 Februari 2011

The First Time . . . . Me vs Mountain

Sudah satu bulan lebih saya tidak menulis di blog. Pasalnya, saya sedang sibuk mempersiapkan sebuah event besar yang akan diselenggarakan organisasi saya pertengahan bulan Februari ini. Saya tergabung dalam sebuah organisasi jurnalistik sekolah yang setiap tahunnya meneyelenggarakan lomba ke-jurnalistik-an untuk anak-anak SMP di wilayah Ekskaresidenan Kedu. Sebagai "trisula" dari organisasi tersebut, kegiatan itu tentu menyita perhatian saya.

Baru sekarang, setelah persiapan mendekati 60%, saya bisa punya waktu luang dan benar-benar memanfaatkan liburan. Di sini saya akan bercerita pendakian. Ya, pendakian.

Sekolah saya memiliiki banyak suborganisasi di bawah OSIS. Selain suborganisasi kejurnalistikkan yang saya sebut tadi, terdapat pula suborganisasi pecinta alam. Sabtu, 29 Januari 2011 lalu, anak-anak pecinta alam mengadakan pendakian awal tahun ke Gunung Merbabu. Sudah lama saya ingin mengikuti kegiatan ini. Saya juga sempat diajak oleh salah seorang teman. Namun, apa daya saat itu fisik saya sedang tidak memungkinkan. Saya tengah kelelahan dengan banyaknya kegiatan. Jadi, dengan berat hati saya mengurungkan niat saya untuk join.

Hal itu mengingatkan saya pada kejadian beberapa tahun silam. Tepatnya Januari 2007. Saat itu saya masih SMP, Gugus Depan tempat saya bernaung memiliki kegiatan tahunan yang serupa dengan apa yang dilakukan teman-teman pecinta alam; Mendaki Gunung. Tentu saja hal itu merupakan suatu hal baru bagi saya. Apalagi yang akan kami tempuh adalah Gunung Merapi, yang tentu masih hangat di telinga masyarakat bahwa gunung itu baru saja menunjukkan kekuatannya di tahun 2006.

Demikianlah kisah pendakian perdana saya,

Minggu pagi, penghujung Januari 2007. Kami, murid-murid tahun pertama SMP N 1 Kota Mungkid berkumpul di lapangan upacara sekolah untuk mendengarkan pengarahan dari Pembina Pramuka. Di pinggir jalan sana, empat truk telah siap membawa kami ke jalur start pendakian. Setelah menyimak pengarahan dari Pak Joko, Sang Pembina kami naik ke truk. Menyusuri jalan sambil bercanda. Itulah kali pertamanya saya naik truk, dan saya pikir saya menyukainya.

Begitu sampai di sebuah tempat dimana pendakian kami akan dimulai. Hawa dingin gunung mulai terasa. Saya turun dari truk dengan masih mengenakan jaket. Sekali lagi Pak Joko mengingatkan, bahwa pendakian yang akan kami jalani adalah pendakian yang santai dan kami diharuskan bersikap ramah pada setiap warga yang kami temui.

Saya berjalan bersama kawan seregu saya. Masih pagi, kami masih semangat. Medan yang kami lalui bukanlah hutan, melainkan pemukiman dan areal perkebunan penduduk. Iseng-iseng kami menghitung jumlah masjid yang kami lalui. Ada dua belas masjid. Jika setiap kampung memiliki satu masjid maka setidaknya kami telah melalui dua belas kampung. Sampai saat ini saya masih ingat jalan-jalannya, meskipun saya lupa nama lokasinya. Rumah penduduk di sana sederhana, kebanyakan terbuat dari bambu dengan pintu-pintu kayu. Jalannya sudah enak untuk dilewati, terdapat selokan di kanan kirinya.

Semakin siang, semakin panas, kabut mulai hilang dan kami bisa menyaksikan pemandangan indah. Kami semakin dekat ke tujuan, pemukiman semakin jarang digantikan oleh perkebunan sayur, dan kami semakin lelah.
Teman-teman saya ada yang sudah KO, tidak kuat meneruskan perjalanan. Sehingga, Pak Joko membonceng mereka denagn motor. Karena saya enjoy dan bahagia dengan moment ini, alhamdulillah fisik saya mau diajak kerja sama. Hampir semua anak mengatakan ini pendakian perdana selama tiga belas tahun hidup. Saya merasa bahwa tas punggung yang saya bawa ini sangatlah berat. Saya membawa semua yang diinstruksikan pembina; jas hujan, mukena, makanan, air mineral botol besar, jaket, sandal, dan obat-obatan. Sejujurnya tas ini malah memberatkan saya, maklumlah pendakian perdana. Sementara kakak-kakak Dewan Penggalang lebih simple, mereka hanya membawa jas hujan, minum dan sedikit makanan. Tas di punggung tampak tidak mengganggu mereka.

Selama di jalan, kami berbagi makanan dan minuman. Meski begitu, tetap saja stok makanan kami habis sebelum finish. Saat itu kebetulan tengah musim panen. Sampai di kebun tomat, seperti sebelumnya kami menyapa penduduk. Si Bapak yang tengah memanen tomat itu tersenyum, beliau menawrakan tomatnya pada kami. Kami malu-malu dan hanya mengucapkan, "Nggih, maturnuwun." Tapi Bapak Tua itu ternyata serius. Beliau mendekati kami dan memberi beberapa buah tomat. Belum masak benar, tapi tak apalah daripada dehidrasi. Kami mengucapkan terima kasih. Lalu menikmatinya tanpa di cuci. Dalam kedaan normal, tomat seperti itu pasti kecut alias masam. Tapi ini lain kawan, dalam keadaan kepepet tomat itu bukan main enaknya. Saya sendiri sangat terkesan dengan kejadian 'tomat' ini. Semoga Tuhan membalas kebaikan Bapak itu.

KIra-kira sudah 4 jam kami berjalan dan tak kunjung menemukan tujuan kami, Pos Pengamatan Babadan. Kami lelah sekali, saking lelahnya kami memutuskan untuk duduk di tengah jalan tanah yang tidak rata. Kami istirahat sejenak di situ. Rasanya kami adalah orang terakhir, padahal masih banyak anak lain di belakang. Tiba-tiba ada seorang berteriak, "Ayo semangat, udah dekat lho! Belok dikit sampai. Ayo semangat!" itu suara Galuh, dia menyemangati kami dengan entengnya. Pasalnya, tadi Galuh sudah dibonceng Pak Joko. Tak heran temanku yang bersuara indah itu begitu sumringah.

Kami berdiri, melanjutkan perjalanan. Ternyata benar, beberapa puluh meter dari tempat kami berhenti Pos Pengamatan sudah tampak. Kebanyakan teman cowok sudah makan-makan di sana. Empat truk yang tadi mengangkut kami juga sudah menunggu. Bahagia sekali rasanya. Kami diajak masuk ke dalam pos oleh petugas, melihat foto-foto Gunung Merapi dari tahun ke tahun. Juga melihat seismograf dari jarak dekat untuk pertama kalinya.

Pos Babadan berada 4 km sebelum puncak Merapi. dari pos ini kami seharusnya bisa melihat pemandangan puncak, tapi cuaca di puncak sedang berkabut, tak apalah. Pemandangan gunung di sekililingnya tak kalah memukau. Ada area luas bersemen di samping pos, warung makan kecil, dan bunker. Saya sempat masuk bunker, juga untuk pertama kalinya. Pintunya tebal sekali dari besi. begitu masuk ada ruangan luas berisi tabung-tabung oksigen. lalu ada lorong gelap. Saya tidak masuk ke sana, saya takut. Ada beberapa teman cowok yang masuk ke lorong. Konon, lorong itu berujung di ruangan luas yang cukup terang. Di sinilah orang-orang berlindung dari terjangan wedhus gembel. Namun seperti kita tahu, ternyata bunker tidak efektif untuk menghidari awan panas bersuhu ratusan bahkan ribuan derajat. Masih ingat kan, dua relawan yang tewas terpanggang dalam bunker ketika awan panas menerjang?

Puas melihat-lihat dan berfoto, kami meninggalkan lokasi. Di truk kami bercerita tentang perjalanan masing-masing. Seru sekali. Saya rindu sekali mendaki gunung. Dulu saya pernah bergumam pada diri sendiri untuk datang ke Babadan lain kali. Empat tahun berlalu, saya belum sempat mengunjungi Babadan. Tapi menurut cerita teman saya, Pos Pengamatan itu sudah rusak diterjang awan panas dan terkubur abu merapi pada saat letusan tahun 2010 lalu. Saya tidak tahu bagaimana pastinya keadaan Babadan sekarang. Bagaimanapun juga, Pos Pengamatan Babadan tetap mendapat temoat di hati saya, punya kennagan istimewa bagi saya dan teman-teman satu angkatan saya di SMP. Teman-teman Spenakers tercinta.